WAJIB BELAJAR 9 TAHUN GAGAL, “SEKOLAH TAK MENARIK SISWA PILIH KERJA”
Himpitan ekonomi keluarga menjadi salah satu faktor pemicu munculnya siswa yang putus sekolah dan pekerja anak di Kabupaten Buleleng. Penghasilan orang tua yang sangat kecil membuat anak-anak di Bali Utara gagal mennikuti wajib belajar (wajar) 9 tahun sehingga rela membantu orang tua mencari nafkah. Sebanyak 351 siswa lulusan SD Di Buleleng di tahun ajaran 2011/2012 ini tidak melanjutkan ke SMP. Lulusan yang nganggur tersebut terpaksa membantu orang tuanya dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT), pelayan toko, buruh bangunan, bahkan ada yang memelihara sapi.
Ditemui Senin (12/9) di ruang kerjanya, Sekretaris Dinas Pendidikan, Ketut Witrini, M.Pd., membenarkan fenomena kegagalan wajar 9 tahun yang melanda dunia pendidikan Bali Utara. “Dari seluruh kecamatan di Buleleng, kecamatan Gerokgak yang paling banyak angka putus sekolahnya. Penyebab utamanya adalah kemiskinan dan ketidakmauan siswa untuk melanjutkan sekolah”, tegas Witrini. Yang paling mengherankan adalah SD Negeri 2 Tukadsumaga, hampir setengah tamatannya tidak melanjutkan sebanyak 11 orang, padahal disana terdapat SMP Negeri 3. “Begitu pula di SD Negeri 3 Gerokgak, hampir sama, padahal disana terdapat SMP Negeri 1 Gerokgak, sangat disayangkan, padahal program pemerintah menggratiskan wajib belajar 9 tahun”, lanjut Witrini.
Witrini menambahkan, di Buleleng terdapat 8 kecamatan siswanya tidak dapat melanjutkan ke jenjang SMP yaitu, kecamatan Tejakula sebanyak 53 orang dari 961 siswa, kecamatan Kubutambahan 74 orang dari 1.118 siswa, kecamatan Sawan 19 orang dari 1.041 siswa, kecamatan Sukasada 35 orang dari 1.242 siswa, kecamatan Banjar 10 orang dari 1.145 siswa, kecamatan Seririt 37 orang dari 1.220 siswa, kecamatan Busungbiu 9 orang dari 737 siswa dan terakhir yang paling banyak kecamatan Gerokgak 114 orang dari 1.488. Total keseluruhan 351 dari 10.182 siswa atau sekitar 3,45%.
Witrini mengaku ketika pihaknya melakukan kunjungan, didapat hasil bahwa untuk kecamatan Tejakula 9 siswa yang berasal dari dusun Batu Gambir ditambah dengan 12 siswa tamatan tahun lalu sudah bisa melanjutkan di SMP 3 Tejakula, kecamatan Gerokgak 39 siswa melalui SMP Negeri 1, SMP Negeri 3, SMP Negeri 4 dan melalui kejar paket B di desa Gerokgak. Selanjutnya untuk kecamatan lainnya tidak menutup kemungkinan diberlakukan siswa yang putus sekolah, dan kembali ke SMP terdekat atau melalui kejar paket B.
Diakhir perbincangan dengan TPI, Witrini menegaskan kembali seperti yang terjadi di kecamatan Gerokgak, banyaknya siswa yang putus sekolah malah tempat tinggalnya berdekatan dengan SMP Negeri. “Ketika ditelusuri ternyata siswa tersebut mempunyai alasan yang tidak masuk akal, yaitu ketidakmauan siswa untuk melanjutkan, padahal jarak dari tempat tinggalnya dengan SMP Negeri berada satu desa, seperti SMP Negeri 3 yang berada di desa Tukad Sumaga dan di Desa Gerokgak yang terdapat SMP Negeri 1”, pungkas Witrini mantap. (win/rvn)